Perusahaan rintisan di bidang perunggasan, Chickin Indonesia belum lama ini mengantongi sekitar Rp 315 miliar (20 juta dolar AS) dari pendanaan seri A+, di mana 15 juta dolar AS berupa pendanaan ekuitas dan 5 juta dolar AS dalam bentuk hutang.
Pendanaan dari sejumlah investor ini, meliputi di antaranya Granite Asia, Integra Partners, Asian Development Bank, 500 SEA, East Ventures, dan Aksara Ventures, ditujukan untuk mendukung akselerasi bisnis Chickin. Meski demikian, belum ada keterangan resmi untuk apa saja dana tersebut akan dialokasikan.
Dalam keterangannya, Integra Partners menyatakan bangga mendukung para pendiri Chickin yang memiliki pengalaman di industri mereka dan memiliki keahlian operasional untuk mendorong dampak transformatif.
“Selain keuntungan finansial, misi Chickin sejalan dengan komitmen kami pada investasi berdampak, yang memajukan inklusi keuangan, ketahanan pangan, dan keberlanjutan. Kami antusias mendukung langkah baru dalam industri unggas yang berkembang pesat di Indonesia,” ujar perwakilan Integra.
- Digunakan 10 ribu peternak
Chickin didirikan pada 2018 di Klaten, Jawa Tengah oleh Ashab Al Kahfi, Tubagus Syailendra, dan Ahmad Syaifulloh. Pada 2022, perusahaan rintisan ini telah membukukan pendanaan awal yang dipimpin oleh East Ventures dengan dukungan 500 Startups, dan GK-Plug and Play.
Chickin menangani berbagai tantangan yang dihadapi peternak unggas, mulai dari fluktuasi harga hingga akses modal yang terbatas. Dengan solusi seperti kontrak pertanian berbasis teknologi, manajemen peternakan dengan IoT, dan platform yang mudah digunakan, mereka memberdayakan banyak peternak di Indonesia untuk meningkatkan efisiensi, hasil produksi, dan stabilitas keuangan.
Dari situs perusahaannya, solusi Chickin Smartfarm saat ini hampir digunakan oleh 10 ribu peternak dengan populasi ayam sebanyak lebih dari 31 juta ekor. Lalu, sudah ada lebih dari 250 kandang yang diberdayakan dengan teknologi IoT untuk meningkatkan produktivitas. Sementara produk karkas ayam Chickin Fresh telah didistribusikan sebanayk 7,9 juta kg ke berbagai wilayah di Indonesia.
- Potensi pertumbuhan
Menurut Pusat Studi Kebijakan Indonesia, industri unggas di Indonesia mempekerjakan lebih dari 10% angkatan kerja dan menyediakan 65% dari semua protein hewani di negara ini.
Meskipun konsumsi terus meningkat, konsumsi ayam per kapita di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang besar, didorong oleh faktor seperti munculnya jaringan makanan cepat saji dan inisiatif pemerintah untuk meningkatkan konsumsi protein hewani guna mengatasi stunting.