Sebagai upaya Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menstabilkan fluktuasi harga ayam pedaging (broiler) di tingkat peternak, langkah strategis yang dilakukan adalah pengendalian produksi DOC broiler oleh perusahaan pembibitan yang dilakukan secara mandiri.
Mengacu pada Permentan nomor 10 tahun 2024 tentang penyediaan, peredaran dan pengawasan ayam ras dan telur konsumsi, pengendalian produksi diawali penerbitan surat himbauan dari Kementan agar perusahaan pembibitan melaksanakan pengendalian produksi DOC broiler dengan mengurangi jumlah telur tetas fertil dan afkir dini parent stock (PS) umur 55 minggu.
Kunjungan ke hatchery
Sebagai tindak lanjut dari langkah tersebut, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementan, Hary Suhada, belum lama ini melakukan kunjungan ke unit penetasan (hatchery) di Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Dua hatchery yang dikunjungi yaitu milik Japfa Comfeed Indonesia dan Charoen Pokphand Jaya Farm, dengan tujuan untuk memantau langsung pelaksanaan pengendalian produksi dan distribusi DOC broiler di lapangan.
“Hatchery merupakan basis awal produksi broiler. Oleh karena itu, kontrol terhadap proses penetasan dan distribusinya menjadi sangat krusial dalam menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan,” ujar Hary. |
Menurutnya, hasil pemantauan di lapangan akan memberikan informasi penting tentang perkembangan industri pembibitan dan pergerakan distribusi DOC broiler, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
Pemerintah juga mengimbau agar organisasi perangkat daerah (OPD) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan dapat melakukan pemantauan secara berkala terhadap hatchery-hatchery di wilayahnya.
Penurunan daya beli di Jawa Barat
Di sisi lain, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Linda Al Amin mengungkapkan bahwa kondisi pasar pasca Lebaran menunjukkan penurunan daya beli masyarakat secara signifikan.
“Akibatnya, pemotongan ayam menurun, sementara distribusi dari luar tetap masuk ke Jawa Barat. Ini menyebabkan kelebihan pasokan dan berdampak langsung pada harga di tingkat peternak,” ujarnya.
Ia mengakui bahwa hingga saat ini belum ada intervensi konkret dari pemerintah daerah.
“Pengaturan produksi dan distribusi DOC broiler adalah kunci utama dalam menstabilkan harga broiler sekaligus melindungi kelangsungan usaha peternak mandiri di berbagai daerah,” tambahnya.
Hary mengapresiasi komitmen daerah dalam mengatur penyediaan dan kebutuhan broiler di wilayah masing-masing. Menurutnya Pemda memiliki kendali terhadap pemasukan dan pengeluaran komoditas peternakan seperti broiler.
Lebih lanjut Hary menekankan kepada seluruh perusahaan pembibitan broiler agar melaksanakan pengendalian produksi secara mandiri sesuai surat himbauan yang dimaksud.
Komitmen pihak swasta
Sejalan dengan langkah pemerintah dalam menjaga kestabilan harga dan distribusi ayam hidup di tingkat peternak, pelaku industri perunggasan nasional seperti Charoen Pokphand Jaya Farm dan Japfa Comfeed Indonesia menyatakan komitmennya untuk mendukung kebijakan pengendalian produksi.
Upaya ini dinilai penting guna menyeimbangkan suplai dan permintaan di pasar serta mencegah fluktuasi harga yang merugikan peternak.
“Kami berkomitmen untuk menjaga kestabilan pasokan dan harga serta mengikuti seluruh instruksi dari Kementerian Pertanian, terutama dalam pengendalian produksi DOC broiler agar distribusi ayam hidup tetap seimbang dan harga di tingkat peternak tetap menguntungkan,” kata Agung Prasetyo, General Manager Hatchery Area Jawa Barat dari Charoen Pokphand Indonesia.
Senada, Rezha Hutama Santoso, Head Export Import & Permit dari Japfa Comfeed Indonesia, menyatakan perusahaannya berkomitmen penuh terhadap kebijakan pemerintah dalam rangka menstabilkan harga broiler di Indonesia.