Di bawah kepemimpinan Anindya Bakrie, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menaruh perhatian khusus pada sektor peternakan.
Sebelumnya, sektor pertanian, peternakan dan perikanan dibawahi oleh Wakil Ketua Umum (WKU) bidang Pangan. Namun saat ini, sektor peternakan menjadi sektor penting sehingga dipimpin langsung oleh seorang WKU, yaitu Cecep Muhammad Wahyudin.
Kepada aviNews Indonesia, Cecep mengatakan melalui WKU bidang Peternakan, Kadin diharapkan bisa membantu pemerintah dalam menyukseskan swasembada pangan.
“Kadin akan terlibat banyak dalam program swasembada pangan, karena ini akan melibatkan pihak swasta. Kadin akan memainkan peran sebagai koordinator dari para pelaku industri peternakan untuk bersatu menyukseskan program-program pemerintah,” terangnya.
Di sisi lain, Cecep menambahkan bahwa Kadin akan menjadi mediator bagi pihak pemerintahan dan pihak swasta. “Kadin memposisikan sebagai pemberi masukan kepada pemerintah berdasarkan aspirasi dari para pelaku industri,” katanya.
Pertemuan WKU bidang Peternakan Kadin dengan pihak Kementerian Pertanian.
Program ‘Satu Desa, Satu Peternakan Ayam Petelur’
Pemerintah saat ini sedang mengembangkan program ‘One Village, One Farming’ atau ‘Satu Desa, Satu Peternakan’ khusus untuk ayam petelur.
Menurut Cecep, program ini sangat layak untuk dikembangkan dengan model ekonomi kerakyatan atau mandiri skala kecil.
“Saat ini kami sedang menyusun program ‘Satu Desa, Satu Peternakan Ayam Petelur’ untuk mendukung program ‘Makan Bergizi Gratis’ (MBG). Karena sistem distribusi dan logistik telur itu berisiko, kami ingin melalui program ini telur tersedia di desa-desa di mana dapur-dapur umum untuk program MBG berada,” terangnya.
Kata Cecep, pihaknya akan membuat semacam proposal proyek yaitu ‘Satu Bumdes (Badan Usaha Milik Desa), Satu Peternakan Ayam Petelur’ dengan kapasitas 1000 ekor untuk nilai ekonomisnya. Proyek ini dijalankan dengan dana Bumdes.
Sumber dana lain bisa berasal dari Kementerian Koperasi dan Kementerian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Untuk UMKM, dana yang akan dikucurkan adalah dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk membiayai peternakan ayam petelur tersebut.
Cecep mengungkapkan, sejatinya program ‘Satu Desa, Satu Peternakan Ayam Petelur’ sudah berjalan, namun masih bersifat mandiri dan belum seragam.
“Dalam hal ini, Kadin akan menjadi aggregator agar semuanya seragam. Misalnya, tiap kandang berkapasitas 1000 ekor dan bentuk kandangnya pun seragam.
“Lalu untuk mempermudah koordinasi, manajemen pemeliharaan, dan distribusi produk, Kadin akan membuat sistem koloni. Misalnya, bila dalam satu kecamatan ada 10 desa, nanti akan dipilih satu desa sebagai lokasi peternakan dan tiap kandang akan diurus oleh masing-masing desa. Saat ini kami sedang menawarkan ke Kabupaten Bogor untuk menerapkan konsep koloni ini,” paparnya.
Kadin akan menjadi mediator bagi pihak pemerintahan dan pihak swasta.
Berkontribusi di distribusi
Tak hanya di sektor hulu, Kadin ingin memastikan produk-produk hasil ternak didistribusikan dengan baik dalam kaitannya dengan program MBG.
“Proses distribusi dan logistik belum disentuh di program MBG. Padahal, ini adalah aspek yang sangat penting,” Cecep menekankan.
“Karena itu, Kadin merangkul para pelaku usaha yang tergabung di Perkumpulan Pelaku Logistik Indonesia untuk memastikan produk-produk hasil peternakan yang membutuhkan rantai dingin dapat didistribusikan dengan baik.”
Asalkan memenuhi persyaratan
Dalam perkembangan lainnya, Cecep dan tim Kadin bidang Peternakan berkesempatan bertemu dengan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman.
Ia menyinggung tentang kuota impor GP broiler yang tahun lalu dipotong cukup banyak, menjadi di 500 ribuan ekor saja. Sementara di sisi lain, kebutuhan daging ayam akan naik seiring dengan program MBG, apalagi pemerintah menargetkan 30 juta orang penerima untuk makan gratis itu.
“Saya sampaikan ke Mentan, apakah bisa kuota impor tidak dibatasi. Mentan mengatakan tidak ada lagi pembatasan, siapa saja bisa impor asalkan memenuhi persyaratan dari Kementerian Pertanian,” kata Cecep.
“Persyaratan yang dimaksud adalah memiliki peternakan GP broiler yang memenuhi standar, seperti fasilitas kandang, perizinan, dan sebagainya. Dalam pemahaman saya, di Permentan baru diterangkan setiap importir GP harus terintegrasi sampai memiliki rumah potong. Persyaratan ini yang diperketat.”
Cecep menambahkan, “Saya sangat setuju dengan persyaratan ini. Jadi, si importir GP harus mampu menyerap final stock atau broiler komersial dari hasil pembesaran.”