Menanggapi kematian manusia pertama pada pasien yang terinfeksi avian influenza di Amerika Serikat, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (World Organisation for Animal Health, disingkat WOAH) menekankan pentingnya pengetatan pada pengontrolan virus tersebut.
Avian influenza, juga dikenal sebagai virus flu burung, telah menyebar ke berbagai belahan dunia dalam beberapa tahun belakangan ini, menginfeksi flok-flok unggas komersial, membuat harga produk unggas jadi melonjak karena kekurangan suplai, dan meningkatkan kekhawatiran terjadinya pandemi.
“Situasi ini benar-benar membuktikan betapa pentingnya mengontrol risiko pada sumber protein hewani, yang mana esensial dalam pencegahan penyebaran avian influenza dan kemungkinan transmisinya ke manusia,” kata Emmanuelle Soubeyran, Direktur Jenderal WOAH.
Lanjutnya, diperlukan investasi yang lebih dalam monitoring virus pada burung-burung liar dan hewan liar untuk mencegah outbreak. “Bila kepedulian kita sangat kurang dalam hal ini, mungkin akan lebih banyak orang yang terinfeksi dan virusnya akan bersirkulasi di unggas, babi, sapi dan hewan liar. Ini lah di mana mutasi dari virus tersebut akan terjadi dan berpotensi menciptakan pandemi,” terang Emmanuelle.
Avian influenza biasanya dibawa oleh burung-burung liar yang bermigrasi sebelum ditransmisikan ke peternakan dan dalam beberapa kasus, ke manusia, terutama pekerja di peternakan.
Karena itu, Emmanuelle berulang kali menghimbau tentang implementasi vaksinasi secara luas, di samping upaya-upaya pengontrolan, untuk mencegah penyebaran virus tersebut.
“Jika vaksin digunakan dengan tepat, vaksin bisa mengurangi sirkulasi virus dan paparan ke manusia,” katanya.
Kekhawatiran yang meningkat
Dalam pernyataan resminya, WOAH menyatakan pihaknya prihatin dengan meningkatnya kasus avian influenza pada manusia, termasuk kematian satu orang baru-baru ini di Amerika Serikat, serta situasi global yang ditandai dengan banyaknya wabah di seluruh dunia.
Kematian satu orang tersebut akibat kasus infeksi di Louisiana, Amerika Serikat, menyoroti kekhawatiran yang terus berlanjut tentang penyakit zoonosis. Individu tersebut terpapar unggas pekarangan dan burung liar.
Secara global, lebih dari 950 kasus avian influenza H5N1 pada manusia telah dilaporkan sejak 2003, dengan hampir setengahnya mengakibatkan kematian.
Sejak 2021, avian influenza telah menyebabkan kematian lebih dari 300 juta burung, yang berdampak signifikan pada mata pencaharian, keanekaragaman hayati, dan ekosistem.
Antara tahun 2021 dan 2024, avian influenza telah dilaporkan di 108 negara/wilayah di lima benua. Sementara total wabah pada sapi di Amerika Serikat mencapai 919 kasus di 16 negara bagian (per 7 Januari 2025).
Menurut WOAH, tidak adanya penularan antar manusia dan tidak adanya perubahan virologi yang mengkhawatirkan pada unggas, burung liar, atau mamalia (domestik atau liar, termasuk sapi) menunjukkan bahwa risiko terhadap masyarakat umum tetap rendah. Namun, individu yang melakukan kontak dekat dengan unggas yang terinfeksi—seperti peternak dan dokter hewan—menghadapi risiko yang lebih tinggi.
“Kami menekankan pentingnya pengawasan, pelaporan, dan tindakan pencegahan, termasuk biosekuriti, untuk mengelola penyakit pada sumber hewannya dan mengurangi risiko kesehatan masyarakat. Pendekatan One Health yang terkoordinasi secara global sangat penting untuk mengendalikan penyakit dan mencegah wabah zoonosis di masa mendatang,” terang WOAH.