7 penyebab kerugian KFC di Indonesia
Ada beberapa faktor negatif yang menyebabkan penurunan kinerja perseroan pada 2023 hingga 2024.
Ada 7 penyebab utama Fast Food Indonesia, pengelola jaringan restoran cepat saji KFC, mengalami kerugian hingga menutup banyak gerai.
Direktur Wahyudi Martono mengatakan ada beberapa faktor negatif yang menyebabkan penurunan kinerja perseroan pada 2023 hingga 2024.
(1) Ketegangan geopolitik
Wahyudi menjelaskan adanya faktor dari ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang berdampak terhadap seruan boikot terhadap produk terafiliasi Israel. Adapun KFC sebagai produk asal Amerika Serikat dinilai mendukung aksi Israel di Palestina.
“[Seruan boikot] ini menyebabkan terjadinya penurunan signifikan dari pendapatan kami di akhir kuartal 2023 yang berkelanjutan juga sampai dengan 2024,” katanya.
(2) Gangguan rantai pasok
Wahyudi menjelaskan bahwa rantai pasok mengalami gangguan. Gangguan ini menyebabkan volatilitas harga komoditas dan adanya perubahan iklim ekstrim di beberapa kawasan yang berdampak pada produksi komoditas yang terbatas.
(3) Kenaikan harga komoditas pangan
Adanya kenaikan harga komoditas pangan di tingkat global yang kemudian berdampak terhadap harga bahan baku yang mahal untuk proses produksi.
“Dampak dari keadaan ini adalah terjadinya tekanan inflasi kepada bahan-bahan baku yang kita harus beli,” kata Wahyudi.
(4) Persaingan yang ketat
Wahyudi mengatakan terjadinya persaingan yang semakin ketat dengan restoran cepat saji (quick service restaurant/QSR) terkenal lainnya yang sama-sama memanfaatkan kondisi pasca-pandemi. Adapun, kompetisi dengan QSR baik lokal maupun global yang tidak mendapatkan boikot seperti yang dialami KFC.
(5) Kenaikan upah
Adanya kenaikan upah minimum secara nasional yang tidak bisa ditutupi dengan penyesuaian harga menu yang minimal.
“Seperti kita ketahui bahwa kami mengambil sikap kenaikan harga tidak dilakukan di kuartal IV/2023 sampai dengan sekarang 2024. Ini menyebabkan kami tidak bisa meneruskan kenaikan dari upah minimum, yang berdampak kepada kami,” ujarnya.
(6) Kenaikan kurs
Adanya kenaikan kurs yang mengakibatkan kenaikan harga bahan baku impor.
Menurut Wahyudi, meski tidak signifikan secara persentasenya terhadap bahan baku yang dibeli perseroan, tetapi terjadi kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang dampaknya juga dirasakan oleh perseroan.
“Karena ada beberapa bahan seperti marinasi yang kita masih impor sampai sekarang,” tambahnya.
(7) Penurunan daya beli
Terakhir, adanya penurunan daya beli masyarakat yang menyebabkan transaksi pembelian mengalami penurunan.
Wahyudi menjelaskan, manajemen mengaku optimistis bahwa kondisi yang dialami pada 2023 dan 2024 ini dapat diperbaiki. Salah satu harapan melihat peningkatan produktivitas penjualan yang didukung dengan teknologi digital melalui KFCku Apps, Pay n Pick, dan layanan Drive Thru.
Selain itu, dia mengatakan perseroan juga menjalin kerja sama yang intensif dengan agregator untuk meningkatkan transaksi online. Hal itu dilakukan dengan memberikan program promosi yang menarik, serta mempertahankan kualitas produk, kebersihan dan pelayanan untuk mencapai 100% OE (Operational Excellence).
Performa keuangan
Fast Food Indonesia membukukan rugi bersih Rp 557,08 miliar hingga kuartal III/2024. Kerugian tersebut berimbas terhadap keputusan perusahaan yang pada akhirnya menetapkan untuk menutup sebanyak 47 gerai KFC hingga September 2024, di antaranya 3 gerai di Sulawesi, 1 gerai di Bali, 39 gerai di Jawa, dan 4 gerai di Sumatera.
Adapun di dalam paparan publik perusahaan, tercatat perusahaan saat ini mengoperasikan 715 gerai restoran hingga 30 September 2024, dari sebelumnya 762 gerai pada 31 Desember 2023.
Penutupan gerai tersebut berimbas terhadap efisiensi karyawan sebanyak 2.274 orang. Saat ini ada sebanyak 13.715 karyawan hingga 30 September 2024, dari 15.989 karyawan pada 31 Desember 2023.