08 Agu 2025
Beda nasib 2 emiten unggas di kinerja keuangan semester I 2025
Penjualan neto CP naik tipis 0,3% sementara penjualan neto Japfa turun tipis 0,6% di periode tersebut.
Charoen Pokphand (CP) Indonesia dan Japfa Comfeed Indonesia menghadapi periode yang menantang sepanjang semester I 2025 yang tercermin dari capaian pendapatan dan laba.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025, CP mengantongi penjualan neto Rp 33,06 triliun. Capaian ini hanya naik tipis 0,3% dari Rp 32,96 triliun pada semester I 2024.
Nasib berbeda dibukukan oleh Japfa di mana sepanjang Januari-Juni 2025, penjualan netonya turun tipis 0,6% secara tahunan dari Rp 27,64 triliun pada semester I 2024 menjadi Rp 27,48 triliun.
Profitabilitas
Dua emiten unggas itu juga membukukan kinerja profitabilitas yang berbeda sepanjang paruh pertama tahun ini.
Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih CP naik 7,4% secara tahunan menjadi Rp 1,9 triliun dari Rp 1,76 triliun pada semester I 2024.
Di sisi lain, laba bersih Japfa menyusut menjadi Rp 1,23 triliun pada semester I 2025. Dengan capaian ini, Japfa mengalami penurunan laba bersih 16,43% secara tahunan dari realisasi Rp 1,47 triliun pada 6 bulan pertama 2024.
Hingga akhir Juni 2025, laba per saham CP tercatat sebesar Rp 116 dan laba per saham Japfa senilai Rp 106.
Riset para analis
Dalam riset terbarunya, analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano dan Wilastita Muthia Sofi, memperkirakan Japfa akan mengantongi penjualan Rp 53,89 triliun pada tahun ini.
Adapun, risiko yang membayangi prospek Japfa ialah melemahnya daya beli, disrupsi pasokan bahan baku, dan intervensi pemerintah.
Sementara itu, CP diestimasi meraih pendapatan Rp 64,32 triliun dan laba bersih Rp 4,22 triliun pada 2025. Risiko tekanan margin di bisnis makanan olahan menjadi salah satu yang diwaspadai CP.
Di sisi lain, Rizal Rafly, analis Ajaib Sekuritas Asia, memperkirakan bahwa sektor perunggasan Indonesia akan tetap tangguh pada semester II 2025 karena didukung oleh permintaan yang stabil dan penurunan biaya pakan.
“Meskipun permintaan biasanya menurun pasca-Lebaran, konsumsi diperkirakan akan pulih menjelang akhir tahun, didorong oleh kenaikan upah dan musim liburan,” kata Rizal.
Ia menganalisis bahwa biaya pakan akan tetap terkendali. Harga jagung terpantau masih di bawah Rp 5.000 per kg dan bungkil kedelai di bawah USD 500 per ton sehingga mendukung margin laba. Segmen pakan CP tetap menjadi kekuatan utama dalam mengendalikan biaya dan memastikan efisiensi.
Marvin Lievincent, analis Philip Sekuritas, juga tetap konstruktif terhadap prospek Japfa. “Kami melihat potensi kenaikan yang berkelanjutan seiring menguatnya fundamental Japfa,” katanya.