Floor eggs dan dampaknya pada daya tetas
Terlepas dari semua model penanganan untuk betina bibit kita, sejumlah telur akan ada di lantai kandang.
Terlepas dari semua model penanganan untuk betina bibit kita, sejumlah telur akan ada di lantai kandang.
Pengoleksian floor eggs (telur lantai) menambah biaya bagi peternak (Foto 1). Karena floor eggs biasanya lebih kotor, cankangnya terdapat berbagai bakteri (Berrang et al., 1997) dan keretakan, dibanding telur-telur yang ada di sangkar (De Reu, 2006).
Sebagian besar dari keretakan ini adalah pintu masuk bagi bakteri ke dalam telur, menyebabkan daya tetas rendah, kualitas anak ayam rendah dan peningkatan kematian di hari-hari awal di kandang (Khabisi et al., 2012).
Hal ini umum dipercaya bahwa telur yang ada di lantai, jika terlihat bersih, tidak akan memberikan masalah bagi hatchery.
Akan tetapi, Tuellett 1990; Van den Brand et al., (2016) and Meijerhof et al., (2022) melaporkan dalam studi mereka bahwa floor eggs meski terlihat bersih atau sudah dicuci memiliki tingkat kontaminasi yang lebih tinggi dan menghasilkan daya tetas yang lebih rendah dibanding telur sangkar.
- Persentase dari menetas minor ini adalah antara 10% sampai 20%, tergantung pada tipe alas dan kondisinya, dan bisa menjadi angka yang tidak kecil.
Foto 1. Pengumpulan floor eggs menambah biaya bagi peternak.
Penyebab dari menetas minor tersebut sangat berkaitan dengan kematian embrio karena kontaminasi kantung kuning telur, primordial sekitar hari ke-18 dari perkembangan embrio (Deeming et al. 2002), karena beberapa anak ayam tidak bisa membebaskan dirinya dari cangkang (Moosanezhad Khabisi et al. 2021).
Perlu dicatat bahwa beberapa studi melaporkan mortalitas pada semua umur perkembangan embrio seperti dapat dilihat pada Tabel 1 yang diadaptasi dari Van den Brand et al (2016).
Tabel 1. Mortalitas pada semua umur dari perkembangan embrio.
Selain mortalitas embrio, diketahui bahwa di hatchery yang memiliki floor eggs, jumlah telur yang meledak meningkat, menghasilkan penyebaran bakteri yang tinggi di mesin dengan dampak negatifnya (Foto 2 dan 3).
Anak ayam yang ditetaskan dari floor eggs, dicuci ataupun tidak, beratnya lebih rendah ketika dikeluarkan dari mesin hatcher, karena faktanya keretakan di cangkang pada telur tersebut menyebabkan kehilangan air yang tinggi selama inkubasi atau perubahan dalam konduktansi (Burton dan Tullett, 1983) yang menyebabkan anak ayam menetas lebih awal dan harus menunggu di dalam mesin hatcher sembari mengalami dehidrasi.
Anak ayam dari floor eggs dilaporkan memiliki kualitas rendah sebagaimana dinilai dengan persentase berat badan tanpa kuning telur dan panjang badan.
Foto 2 dan 3. Telur-telur yang meledak akan menyebabkan tingginya sebaran bakteri di dalam mesin tetas.
Beberapa studi menunjukkan bahwa alas di kandang di mana ayam yang berasal dari floor eggs dikandangkan memiliki kelembaban yang lebih tinggi dan karenanya ayam bisa memiliki plantar dermatitis atau lesi tarsal (Van den Brand et al., 2016). Dipercaya ini disebabkan oleh gangguan dalam perkembangan saluran pencernaan.
APA YANG HARUS DILAKUKAN TERHADAP FLOOR EGG?
Dapat dilihat pada Tabel 1 (Van den Brand et al., 2016), mencuci floor eggs bukan jawaban dari permasalahan. Solusinya adalah dengan mencegah betina bibit terbiasa untuk bertelur di lantai.
Ini dianggap "normal" pada ayam-ayam berat, hingga 2% floor eggs, bila persentasenya lebih tinggi, manajemen yang perlu diamati adalah:
- Ingat bahwa 80% dari telur adalah dilepaskan dalam 4 jam pertama setelah adanya cahaya di kandang.
- Amati jumlah telur yang dikoleksi, paling tidak 5 kali sehari, 3 diantaranya di pagi hari.
- Hindari kepadatan kandang yang lebih dari 5.5 ekor/m2, karena ini menyebabkan kompetisi yang sengit untuk mendapatkan sangkar atau mengganggu mobilitas untuk mengakses sangkar.
Satu sangkar manual seharusnya tersedia untuk 3-4 ekor, sedangkan di sangkar mekanis adalah untuk 40 betina per meter linier (Foto 4).
- Periksa rasio pejantan dan betina; banyak pejantan mengganggu betina untuk masuk ke sangkar.
- Posisikan tempat pakan pejantan jauh dari sangkar.
- Jika mungkin, naikkan tempat pakan setelah ayam makan sehingga tempat pakan itu tidak menjadi penghalang bagi ayam betina untuk mengakses sangkar.
- Jarak antar tempat pakan sebaiknya 100-120 cm minimum.
Foto 4. Periksa ketersediaan dan jalan masuk ke sangkar.
- Jangan posisikan jalur listrik di atas tempat air minum dan tempat pakan.
- Untuk tiga minggu pertama periode bertelur, berjalanlah di seputar kandang 10-12 kali sehari, ini bisa menstimulasi ayam untuk memanjat ke slat. Setelah tiga minggu anda bisa menguranginya jadi 6 kali, mengambil telur di lantai dan menstimulasi ayam untuk tidak bertelur di lantai. Anda bisa memasukkan ayam yang bertelur di lantai ke sangkar untuk mengenalkannya.
- Evaluasi ketinggian slat, ini seharusnya kurang dari 45 cm untuk ayam berat dan jika perlu tambahkan jalan landai untuk memberi akses.
- Periksa kemiringan slat, seharusnya tidak lebih dari 5%.
Tambahkan tempat minum di atas slat agar ayam terbiasa untuk naik ke slat (Foto 5).
Foto 5: Pasang tempat minum di atas slat.
Kenalkan tempat bertengger mulai dari umur 28 hari (Foto 6).
Foto 6. Memasang tempat bertengger. Foto Aviagen.
- Umur transfer ke kandang produksi (minimum 2 minggu sebelumnya) dan selalu ada sangkar dan peralatan yang telah terpasang sebelum kedatangan ayam.
- Distribusi cahaya yang seragam di dalam kandang. Adanya area gelap akan mengundang ayam untuk bersarang di tempat yang tidak seharusnya.
- Biarkan sangkar tetap tertutup hingga fase bertelur mulai, sehingga ayam mengasosiasikannya sebagai tempat bertelur dan bukan area tidur.
- Jika sangkarnya otomatis, jalankan konveyor beberapa kali setiap hari sebelum masa bertelur agar ayam terbiasa dengan suaranya.
Tutup sangkar satu jam sebelum lampu dimatikan dan buka kembali 2 jam sebelum lampu dinyalakan, Foto 7.
Foto 7. Tutup sangkar satu jam sebelum gelap.
Letakkan sangkar di area di mana sangkar tidak mendapatkan cahaya langsung.
MENGAPA PEMBERSIHAN SANGKAR ITU PENTING?
Suhu tubuh ayam betina saat bertelur adalah 40-41oC. Pada suhu ini, telur akan kontak dengan "litter" sangkar, yang akan memiliki suhu sekitar 30oC sampai 20oC tergantung apakah telur itu tetap di dalam sangkar atau menggelinding ke konveyor.
- Saat dingin, kandungan telur akan menyusut, tapi tidak dengan cangkang, sehingga menghisap ke dalam telur.
Ketika telur di lingkungan yang kotor, bakteri akan terserap melalui pori-pori dan mengkontaminasi telur.
- Penting untuk memeriksa secara berkala kondisi sangkar manual dan otomatis.
- Mengganti litter sangkar manual dengan material yang bersih ketika ada bahan organik, Foto 8.
Foto 8. Jaga litter tetap bersih, baik di sangkar manual atau otomatis.
Pada sangkar otomatis, bantalan yang terbuat dari plastik harus dibersihkan dan disanitasi. Seiring waktu, tinggi dari bantalan akan jadi tidak rata, membuat telur sulit untuk menggelinding Foto 9.
APA YANG HARUS DILAKUKAN TERHADAP TELUR RETAK?
Persentase telur retak seharusnya kurang dari 0.5%. Cara praktis untuk mencegah retak:
- Koleksi telur yang rutin.
- Kondisi sangkar yang baik.
- Pada sangkar otomatis, konveyor diselaraskan dengan baik sehingga tidak memperbesar masalah keretakan karena kejutan.
Foto 9. Bantalan sangkar seharusnya diperiksa agar telur menggelinding sempurna. Foto AstroTurf.
Foto 10. Celah yang disebabkan oleh cakar ayam betina.
Penting untuk mengukur pada poin apa retak telur terjadi sehingga dapat dikoreksi. Foto 10 menunjukkan sebuah telur yang terekspos dengan cakar ayam betina di dalam sangkar. Ini situasi yang sering terjadi ketika ada kompetisi antar ayam betina untuk ruang di dalam sangkar (jumlah sangkar per ekor yang sedikit atau sangkar yang kondisinya jelek sehingga tidak digunakan ayam betina).
Keretakan yang dikenal dengan retak rambut (Foto 11) biasanya muncul ketika telur membentur permukaan yang keras atau tidak fleksibel, sementara bentuk bintang (Foto 12) adalah ketika telur berbenturan satu sama lain (Gupta, 2008).
Foto 11. Retak rambut.
Foto 12. Retak tipe bintang.
Menariknya, dilaporkan bahwa retak rambut linear bisa mempengaruhi viabilitas embrio lebih besar dari retak bintang (Moosanezhad Khabisi et al. 2011).
- Studi oleh Bartnet et al 2004 menggunakan telur-telur dengan retak rambut, yang biasanya tak terlihat di hatchery dan hanya terlihat dengan pencahayaan.
- Tak hanya daya tetas yang lebih rendah 20% pada telur retak dibanding dengan telur normal, tapi kematian di kandang selama 14 hari juga lebih tinggi secara berturut-turut (7.5% vs. 2%).
Sementara itu, Meijerhof et al 2022 melaporkan bahwa jika telur retak dibalut dengan selotip bedah, terlepas dari retaknya saat di kandang atau di hatchery, persentase daya tetas akan mendekati normal.
KESIMPULAN
- Penting agar bagian kandang dan hatchery berkomunikasi untuk mengetahui persentase floor eggs yang disediakan dan untuk menyesuaikan jumlah telur yang ditetaskan, sebab daya tetas dari telur-telur ini mungkin kurang dari 10%-20% dari normal.
- Jika persentase floor eggs lebih tinggi dari 2%, berbagai praktik manajemen di pembibitan dan produksi sebaiknya dievaluasi untuk mengurangi persentasenya.