Site icon aviNews, la revista global de avicultura

Mengapa branding sangat penting bagi produsen telur?

Escrito por: aviNews Indonesia
PDF
eggs

Banyak produsen telur di Asia, termasuk di Indonesia, masih bergantung pada penjualan telur biasa. Akibatnya, seringkali mereka mengeluh tentang pasokan telur di pasar yang berlebih dan rendahnya permintaan.

David Hughes, Profesor Emeritus bidang Pemasaran Pangan di Imperial College London, berpesan: “Jangan hanya fokus pada volume, tapi juga value (nilai). Value lebih penting karena jika kamu mengkomoditisasi telur, kamu akan terus menggiringnya ke harga terendah dan ini akan tercermin pada marjin keuntungan yang rendah.”

Prof David Hughes

Di Indonesia, tekanan ekonomi saat ini memang masih membuat telur disukai oleh konsumen. Tetapi, produsen telur yang menanggung biaya produksi tinggi, tidak bisa dengan mudah menaikkan harga jual ke pembeli dan konsumen akhir.

Berbagai strategi efisiensi di kandang dan pakan memang tersedia, tapi produsen telur di Indonesia seharusnya menaruh perhatian lebih pada strategi pemasaran, terutama bagaimana membangun sebuah brand telur yang populer.

Menurut Vincent Guyonnet, Direktur di FFI Consulting, sudah saatnya para produsen telur untuk beralih ke penjualan telur yang dikemas dengan menarik dan memiliki brand.

Dr Vincent Guyonnet

“Pasti akan ada tantangan, seperti kompetisi dengan telur biasa yang harganya lebih murah. Tapi, kita harus terus mengiklankan value dari brand telur kita,” tekannya.

Para produsen telur seharusnya memanfaatkan branding untuk membangun kepercayaan konsumen di saat adanya tantangan ekonomi seperti sekarang, kata pakar perilaku konsumen Amna Khan saat presentasi di konferensi bisnis International Egg Commission (IEC).

Dr Amna Khan

Dr Amna yakin konsumen tidak akan melupakan brand yang mereka cintai, sukai dan percayai, bahkan di saat mereka sedang mengalami kesulitan ekonomi. “Memposisikan brand telur anda sebagai sebuah brand di mana konsumen ingin selalu bersama adalah kuncinya,” ungkapnya.

Memahami perubahan permintaan konsumen secara konstan adalah hal yang paling utama. “Bisnis yang berhasil selalu mengedepankan pelanggan dan konsumen. Karena itu, sangat penting untuk memahami apa yang konsumen percayai, mau dan khawatirkan, sehingga kita bisa mengambil peluang dari perubahan perilaku konsumen itu,” terang Dr Amna.

Berdasarkan pengamatan, para konsumen di Indonesia, khususnya ibu rumah tangga, lebih menyukai telur dengan kerabang yang berwarna cokelat gelap dan kuning telur yang berwarna oranye. Kedua hal ini bisa diatasi oleh produsen telur melalui diskusi dengan pakar nutrisi untuk menyesuaikan ransum pakan ayam petelur mereka.

Selanjutnya, para konsumen di Indonesia menginginkan telur yang ukurannya seragam. Ada yang menginginkan telur ukuran kecil, dan ada yang menginginkan telur ukuran sedang atau besar. Saat ini, mereka yang membeli telur biasa bisa mendapatkannya dengan cara memilih sendiri, karena belum ada telur-telur yang dijual berdasarkan ukuran. Ini merupakan peluang sebab mesin grading telur berkapasitas kecil sudah tersedia bagi para produsen telur untuk memulai dengan kapasitas kecil dan terus bertumbuh seiring waktu.

Telur bernilai tambah dan bermerek, terutama yang diperkaya dengan Omega-3, semakin diminati di Indonesia, meski pertumbuhannya masih tergolong lambat. Brand-brand baru bermunculan, tapi bukannya memiliki perbedaan, mereka hanya menambah jumlah di rak-rak supermarket saja.

Mengomentari ini, Prof David mengatakan bahwa sekali produsen telur menjual produknya di supermarket, ia akan kehilangan kontrol. Para peritel hanya menaruh telur tersebut di rak, dan tak ada upaya komunikasi tentang manfaat telur tersebut ke konsumen.

“Para produsen telur sebaiknya bekerjasama dengan para peritel, mengajak mereka untuk membuat semacam pertunjukan di sekitar area penjualan telur. Telur-telur bermerek itu bisa dipajang dengan cara yang berbeda atau dikategorikan berdasarkan keunggulannya. Dalam hal ini, para peritel harus memiliki keahlian dalam manajemen kategori, sementara para produsen telur harus memilih kemasan dan desain kemasan yang tepat,” terangnya.

Eggbox di Pakistan adalah contoh yang tepat. Brand telur ini memastikan semua telur premiumnya ditempatkan di tempat yang paling sering dilihat oleh pengunjung supermarket. Brand telur ini juga berdiskusi dengan para peritel tentang pentingnya memperlakukan telurnya seperti produk konsumen lainnya.

Kemasan telur Eggbox terbuat dari kotak dengan pembatas dan dilengkapi dengan jendela di bagian atas agar bisa dilihat oleh calon pembeli. Dibutuhkan waktu 18 bulan untuk menyempurnakan keunikan dari desain kotak itu, ungkap Eggbox.

Karena komunikasi sangat esensial dalam membangun sebuah brand, para produsen telur seharusnya menceritakan ke konsumen tentang bagaimana mereka memproduksi telurnya dan mendistribusikannya ke pasar. Ini bertujuan untuk membentuk ‘kepercayaan dan value’.

Seperti yang diungkapkan oleh Dr Amna, berkomunikasi dengan konsumen akan menunjukkan transparansi dan menawarkan perspektif alternatif.

“Kesuksesan dilahirkan dari upaya anda menceritakan tentang produk anda. Konsumen ingin tahu apa yang anda fokuskan. Satu tray berisi telur tidak akan bisa memberi informasi tentang asal telur itu atau value-nya, tapi sebuah brand yang kuat, bisa,” tambahnya.

Dr Amna melanjutkan, konsumen memilih suatu brand spesifik karena alasan-alasan yang logis, seperti mudah untuk diidentifikasi dan berisiko rendah, dan juga faktor-faktor simbolik, seperti konfirmasi citra diri. Karena itu, “mengembangkan cerita yang menarik untuk memposisikan brand telur anda sebagai yang terbaik dan jadi pilihan utama di mata konsumen adalah sangat penting,” katanya.

“Ketika persepsi brand yang kuat diciptakan, hubungan yang lebih baik akan terbangun dengan konsumen. Hasilnya, harga yang lebih tinggi pun akan mereka terima.”

Sementara, Dr Vincent mengatakan konsumen mau membayar telur dengan harga premium ketika mereka yakin bahwa produsen telur memahami kekhawatiran dan value mereka. Keamanan pangan, ketertelusuran, dan keberlanjutan adalah hal-hal yang positif, dan generasi muda lebih responsif terhadap isu-isu ini.

Di Jepang contohnya, telur Ise Foods sangat populer, di mana sekitar 95% ibu-ibu rumah tangga mengenal brand perusahaan tersebut yang bernama Mori-Tama.

Di Indonesia, Ise Foods menyiapkan banner promosi yang menceritakan kepada pelanggannnya tentang aspek kesehatan dan keamanan pangan dari telurnya. Perusahaan ini sangat siap untuk membangun brand telur yang kuat dan ingin menduplikasi kesuksesannya di Jepang ke Indonesia.

Ise Foods Indonesia aktif mempromosikan kualitas, keamanan pangan, dan kesegaran telur Mori-Tama melalui media sosial dan berbagai aktivitas tatap muka. Di supermarket, perusahaan ini juga mempromosikan cara orang Jepang mengonsumsi telur segar yang diaduk dengan nasi panas.

Marketing bukan hanya tentang menjual produk. Dr Amna mengatakan marketing juga tentang menjalin hubungan yang baik dengan berbagai komunitas konsumen karena mereka akan memberikan value kepada brand anda.

“Komunitas dengan semangat yang sama dengan brand anda akan membantu mempromosikan brand anda, bahkan menjaga dari berita negatif. Mereka akan menjadi brand ambassador untuk anda. Mereka juga tidak terlalu peduli dengan harga karena mereka sudah menyukai value dari brand anda,” terangnya.

Meski banyak komunitas konsumen adalah dalam bentuk online, Dr Amna merekomendasikan untuk menjalin hubungan dengan komunitas tersebut secara offline dan langsung bertatap muka. Ia juga menyarankan untuk bekerjasama dengan sekolah-sekolah dan menawarkan pelajaran tentang produksi telur dan topik terkait telur lainnya yang akan memperkuat hubungan dengan konsumen dan komunitas lokal.

Dr Amna juga menyinggung tentang kekuatan testimoni pelanggan, di mana pengalaman satu pelanggan akan mempengaruhi keputusan pembelian dari para calon pelanggan.

Di Thailand, Pond Rattaphum Farm menerapkan strategi ini. Perusahaan ini bekerjasama dengan para influencer, serta restoran dan toko roti terkenal, untuk menggunakan telurnya dan menceritakan pengalaman mereka ke publik.

Pengalaman dan dana marketing adalah penting dalam membangun sebuah brand. Dan ini adalah tantangan bagi produsen telur skala kecil. Akan tetapi, ada cara untuk mengatasi hal ini, kata Prof David.

“Para produsen skala kecil yang tidak memiliki pengalaman dalam branding dan tidak memiliki dana marketing yang besar bisa bekerjasama dengan pasar-pasar lokal yang spesifik untuk mendiferensiasi mereka dengan pasar-pasar komoditas lainnya. Para produsen skala kecil ini perlu menceritakan bagaimana telur mereka yang gurih dan aman dikonsumsi itu diproduksi. Tujuannya untuk menciptakan sebuah citra yang menunjukkan produsen ini peduli dengan apa yang diinginkan konsumen,” terangnya.

Sebagai kesimpulan, Dr Amna melontarkan pertanyaan: “Kita semua adalah konsumen, kita berubah, kita berkembang, dan kita menciptakan berbagai peluang. Bagaimana anda akan memanfaatkan perubahan dan perkembangan ini untuk kepentingan bisnis telur anda?”

PDF
Exit mobile version